NU-Santara; Semua akan NU Pada Waktunya |
Nusantara berasal dari kosa kata Jawa kuno yaitu "Nusa"
yang berarti "Pulau" dan "Antara" yang berarti lain/sebrang.
Nusantara masih meliputi banyak kepulauan modern di Indonesia antara lain Sumatera,
Aceh, Sulawesi, Kalimantan, Papua barat, Semenanjung melayu, (Singapura, Malaysia
dan Brunai) dan sebagian daerah Filipina (wikipedia). Sehingga tidak
mengherankan bila Kata serumpun bagi orang dataran asia tenggara adalah hal
yang lumrah mengingat banyak negara kepulauan di daerahbnusantara dulunya
adalah satu nenek moyang.
Tipelogi orang nusantara adalah kuat keyakinannya terhadap nilai-nilai
budaya nenek moyang atau leluhur. Sehingga masuknya islam ke Nusantara tidak
serta merta diterima. Kuatnya keyakinan mereka yang tidak dapat luntur hanya
karena seruan agama membuat para wali mendekati
mereka dengan beberapa jalur yaitu ; Perdagangan, Pendidikan, Perkawinan, Politik,
Dakwah dan Seni budaya. Mereka membangun pondasi tersebut dengan dibumbui
ajaran agama islam sehingga persebarannya langsung menusuk ke jantung
pertahanan mereka .
Dakwah sunan kalijaga
misalnya, beilau menarik simpati rakyat melalui akar budaya dan seni. Ya, jalur
pewayangan dan kesenianlah yang beliau suguhkan utamanya masyarakat jawa dwipa
ini. Dakwah yang santun dan lunak ini didukung oleh mayoritas para wali; Sunan Bonang,
Sunan Kudus, Muria dan Sunan Gunung jati . Kemudian ajaran beliau lebih dikenal
dengan istilah Islam Abangan yang mendekati masyarakat melalui jalur budaya
mereka. Berdampingan dengan Abangan, istilah Santri putihan yang dipelopori
oleh Sunan Giri adalah dakwah yang tidak mau mengadopsi jalur budaya, tidak mentolelir
animisme untuk merasuk dalam Agama. Beliau menilai bahwa ajaran islam harus
dilakukan secara murni dan konsekuen. Pelaksanaan ibadah mesti sesuai dengan
ajaran nabi dan tidak boleh ditawar. Dakwah beliau ini didukung Sunan Ampel dan
Sunan Drajat yang fahanya sejalur dengan beliau.
Terlepas dari perbedaan media dan cara pandang dakwah tersebut, masuknya Islam ke Nusantara dimulai
dari pesisir dengan jalur pendekatan seperti yang dipaparkan di atas. Sehingga
hal ini memicu keragaman corak pandang di antara penganutnya. Hingga beberapa
abad berselang terbentuklah kerajaan Islam pertama di Demak di bawah pimpinan Raden
fatah sebagai jawaban atas pesatnya perkembangan Islam di Nusantara ini. Namun,
lambat laun Persilisihan dan perang saudara akhirnya menjatuhkan wibawa dan
pertahanan kerajaan sehingga kerajaan rusak dari dalam. Pajang menyambut
kehancuran demak dengan menobatkan Karebet atau Joko Tingkir sebagai Sulthan Hadiwijaya,
sekaligus memulai berdirinya kerajaan baru; Pajang. Namun lagi-lagi persoalan
keluarga istana menyudahi kerajaan ini dalam satu penguasa saja. Dan tak lama setelah
itu berdiri kerajaan Mataram yang tiada
lain bentukan anak angkat Sulthan Hadiwijaya
yaitu Sutawijaya. Sempat jaya dengan kemakmuran hingga beberapa Abad lamanya. hingga
pada puncaknya masa Sultan Agung masyarakat mataram kemudian dipemimpin oleh
pemerintah yang justru membuat rakyat menjadi budak dan kuli di Negri sendiri. Ya,
Amangkurat memang suka judi ayam dan
memeras rakyat sebelum naik tahta. Dengan latar belakang itu, sebagai pewaris shah
menjadi Raja. mana mungkin ia menjadi pemimpin kerajaan dengan wibawa besar?. Dan
benar saja, selang beberapa tahun ia sudah berani bekerjasama dengan pihak
asing dengan alasan melawan pemberontakan Trunojoyo. Menjanjikan separuh tanah Jawa
sebagai jaminan tentu merupakan tindakan yang sangat ceroboh, sehingga lambat
laun pendudukan asing tak dapat di bendung.
Selama tiga setengah abad lamanya Nusantara hilang pamornya,
masyarakat tidak lagi mampu dipersatukan dan benar- benar berada dala Kegelapan.
Kemudian ada awal Abad 20-an pesantren sebagai banteng terakhir islam merespon isu
kebangkitan nasional, dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdatul
Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada tahun 1916. Kemudian pada tahun 1918
mendirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdatul Fikri (Kebangkitan fikiran
sekaligus sebagai cikal bakal LAKPESDAM), sebagai wahana pendidikan Sosial Politik
kaum dan keagamaan santri.
Dari Nahdatul Fikri kemudian mendirikan Nahdatut Tujjar, (pergerakan
kaum saudagar). Serikat ini dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian
rakyat. Dengan adanya Nahdatut tujjar, maka Taswirul Afkar, selain tampil
sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat
pesat dan memiliki cabang di beberapa kota. selanjutnya, untuk membentuk
organisasi yang lebih besar dan lebih sistematis, serta mengantisipasi
perkembangan zaman, maka setelah berkoodinasi dengan berbagai kyai, utamanya
restu dari syaikhona kholil bangkalan akhirnya muncul kesepakatan untuk
membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) Pada 31 januari 1926 dengan dipimpin oleh Hadrathussyaikh
K.H. Hasyim Asy'ari. Organisasi ini mempunyai peranan penting bagi kemerdekaan Indonesia.
Hal itu bisa dilihat dengan diserukannya
resolusi jihad pada tanggal 22 oktober 1945 (sekarang diperingati sebagai hari
santri) dapat mengobarkan semangat seluruh masyarakat kala itu.
Pada perkembangan selanjutnya NU tampil dikancah politik bersama-sama
MASYUMI (Majlis Syuro Muslimin Indonesia) pada tahun 1952-1973. Selalu menjadi
kendaraan politik yang diperhitungkan kala itu. Namun beberapa kiai NUseperti Kiai
Ahmad Shiddiq merasa bahwa bukan tempatnya dipolitik maka pada pada Muktamar ke
27 tahun 1984 NU kembali ke khittah dan
melanjutkan perjungannya kembali sesuai maqaashidussyari'ah. NU
merupakan Organisasi yang sangat getol
mempertahankan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dan dan tidak mau
mengganti Pancasila sebagai dasar negara dari terjangan ideologi asing, misi
utamanya adalah Terwujudnya NU
sebagai jamiyyah diniah
ijtimaiyah Ahlussunnah Wal Jama’ah yang mashlahat bagi umat
menuju masyarakat yang
sejahtera, berkeadilan, demokratis dan mandiri. Dan menolak ideologi
impor (khilafah) yang jelas-jelas di Negeri asalnya sendiri dilarang. kebijakan yang diberlakukan kerajaan di
Nusantara dahulu menjadi contoh metode khas khilafah dan terbukti pupus . Warga
indonesia tidak menginginkan negara yang penuh dengan kekerasan, ujaran
kebencian dan pengkafiran, namun butuh terhadap nilai budaya yang santun sesuai
dengan yradisi yang sudah jamak dilakukan oleh bapak moyang kita . Lalu Apa Indonesia
masih cocok menganut Khilafah? Semoga tidak khilaf. Amiin
Sumenep 27 Desember 2017
* (Moh. Warid. LAKPESDAM NU
SUMENEP)
#SIAPAKITANU
#NKRIHARGAMATI
#PANCASILAJAYA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar