NU-Santara; Semua akan NU Pada Waktunya - NUANSA SUMENEP

Breaking

NUANSA SUMENEP

Media Belajar Kader Muda NU Sumenep

test banner

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Selasa, 26 Desember 2017

NU-Santara; Semua akan NU Pada Waktunya

NU-Santara; Semua akan NU Pada Waktunya
NU-Santara; Semua akan NU Pada Waktunya

Nusantara berasal dari kosa kata Jawa kuno yaitu "Nusa" yang berarti "Pulau" dan "Antara" yang berarti lain/sebrang. Nusantara masih meliputi banyak kepulauan modern di Indonesia antara lain Sumatera, Aceh, Sulawesi, Kalimantan, Papua barat, Semenanjung melayu, (Singapura, Malaysia dan Brunai) dan sebagian daerah Filipina (wikipedia). Sehingga tidak mengherankan bila Kata serumpun bagi orang dataran asia tenggara adalah hal yang lumrah mengingat banyak negara kepulauan di daerahbnusantara dulunya adalah satu nenek moyang.

Tipelogi orang nusantara adalah kuat keyakinannya terhadap nilai-nilai budaya nenek moyang atau leluhur. Sehingga masuknya islam ke Nusantara tidak serta merta diterima. Kuatnya keyakinan mereka yang tidak dapat luntur hanya karena seruan agama membuat  para wali mendekati mereka dengan beberapa jalur yaitu ; Perdagangan, Pendidikan, Perkawinan, Politik, Dakwah dan Seni budaya. Mereka membangun pondasi tersebut dengan dibumbui ajaran agama islam sehingga persebarannya langsung menusuk ke jantung pertahanan mereka .

Dakwah  sunan kalijaga misalnya, beilau menarik simpati rakyat melalui akar budaya dan seni. Ya, jalur pewayangan dan kesenianlah yang beliau suguhkan utamanya masyarakat jawa dwipa ini. Dakwah yang santun dan lunak ini didukung oleh mayoritas para wali; Sunan Bonang, Sunan Kudus, Muria dan Sunan Gunung jati . Kemudian ajaran beliau lebih dikenal dengan istilah Islam Abangan yang mendekati masyarakat melalui jalur budaya mereka. Berdampingan dengan Abangan, istilah Santri putihan yang dipelopori oleh Sunan Giri adalah dakwah yang tidak mau mengadopsi jalur budaya, tidak mentolelir animisme untuk merasuk dalam Agama. Beliau menilai bahwa ajaran islam harus dilakukan secara murni dan konsekuen. Pelaksanaan ibadah mesti sesuai dengan ajaran nabi dan tidak boleh ditawar. Dakwah beliau ini didukung Sunan Ampel dan Sunan Drajat yang fahanya sejalur dengan beliau.

Terlepas dari perbedaan media dan cara pandang  dakwah tersebut, masuknya Islam ke Nusantara dimulai dari pesisir dengan jalur pendekatan seperti yang dipaparkan di atas. Sehingga hal ini memicu keragaman corak pandang di antara penganutnya. Hingga beberapa abad berselang terbentuklah kerajaan Islam pertama di Demak di bawah pimpinan Raden fatah sebagai jawaban atas pesatnya perkembangan Islam di Nusantara ini. Namun, lambat laun Persilisihan dan perang saudara akhirnya menjatuhkan wibawa dan pertahanan kerajaan sehingga kerajaan rusak dari dalam. Pajang menyambut kehancuran demak dengan menobatkan Karebet atau Joko Tingkir sebagai Sulthan Hadiwijaya, sekaligus memulai berdirinya kerajaan baru; Pajang. Namun lagi-lagi persoalan keluarga istana menyudahi kerajaan ini dalam satu penguasa saja. Dan tak lama setelah itu  berdiri kerajaan Mataram yang tiada lain bentukan  anak angkat Sulthan Hadiwijaya yaitu Sutawijaya. Sempat jaya dengan kemakmuran hingga beberapa Abad lamanya. hingga pada puncaknya masa Sultan Agung masyarakat mataram kemudian dipemimpin oleh pemerintah yang justru membuat rakyat menjadi budak dan kuli di Negri sendiri. Ya,  Amangkurat memang suka judi ayam dan memeras rakyat sebelum naik tahta. Dengan latar belakang itu, sebagai pewaris shah menjadi Raja. mana mungkin ia menjadi pemimpin kerajaan dengan wibawa besar?. Dan benar saja, selang beberapa tahun ia sudah berani bekerjasama dengan pihak asing dengan alasan melawan pemberontakan Trunojoyo. Menjanjikan separuh tanah Jawa sebagai jaminan tentu merupakan tindakan yang sangat ceroboh, sehingga lambat laun pendudukan asing tak dapat di bendung.

Selama tiga setengah abad lamanya Nusantara hilang pamornya, masyarakat tidak lagi mampu dipersatukan dan benar- benar berada dala Kegelapan. Kemudian ada awal Abad 20-an pesantren sebagai banteng terakhir islam merespon isu kebangkitan nasional, dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada tahun 1916. Kemudian pada tahun 1918 mendirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdatul Fikri (Kebangkitan fikiran sekaligus sebagai cikal bakal LAKPESDAM), sebagai wahana pendidikan Sosial Politik kaum dan keagamaan santri.

Dari Nahdatul Fikri kemudian mendirikan Nahdatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat ini dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdatut tujjar, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota. selanjutnya, untuk membentuk organisasi yang lebih besar dan lebih sistematis, serta mengantisipasi perkembangan zaman, maka setelah berkoodinasi dengan berbagai kyai, utamanya restu dari syaikhona kholil bangkalan akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama)  Pada 31 januari 1926 dengan dipimpin oleh Hadrathussyaikh K.H. Hasyim Asy'ari. Organisasi ini mempunyai peranan penting bagi kemerdekaan Indonesia. Hal itu bisa dilihat  dengan diserukannya resolusi jihad pada tanggal 22 oktober 1945 (sekarang diperingati sebagai hari santri) dapat mengobarkan semangat seluruh  masyarakat kala itu.

Pada perkembangan selanjutnya NU tampil dikancah politik bersama-sama MASYUMI (Majlis Syuro Muslimin Indonesia) pada tahun 1952-1973. Selalu menjadi kendaraan politik yang diperhitungkan kala itu. Namun beberapa kiai NUseperti Kiai Ahmad Shiddiq merasa bahwa bukan tempatnya dipolitik maka pada pada Muktamar ke 27  tahun 1984 NU kembali ke khittah dan melanjutkan perjungannya kembali sesuai maqaashidussyari'ah. NU merupakan  Organisasi yang sangat getol mempertahankan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dan dan tidak mau mengganti Pancasila sebagai dasar negara dari terjangan ideologi asing, misi utamanya adalah Terwujudnya NU  sebagai  jamiyyah diniah ijtimaiyah Ahlussunnah Wal Jama’ah yang mashlahat  bagi umat  menuju   masyarakat   yang  sejahtera, berkeadilan, demokratis dan mandiri. Dan menolak ideologi impor (khilafah) yang jelas-jelas di Negeri asalnya  sendiri dilarang.  kebijakan yang diberlakukan kerajaan di Nusantara dahulu menjadi contoh metode khas khilafah dan terbukti pupus . Warga indonesia tidak menginginkan negara yang penuh dengan kekerasan, ujaran kebencian dan pengkafiran, namun butuh terhadap nilai budaya yang santun sesuai dengan yradisi yang sudah jamak dilakukan oleh bapak moyang kita . Lalu Apa Indonesia masih cocok menganut Khilafah? Semoga tidak khilaf. Amiin

Sumenep 27 Desember 2017
* (Moh. Warid. LAKPESDAM NU SUMENEP)

#SIAPAKITANU
#NKRIHARGAMATI
#PANCASILAJAYA




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here